Ketika mendengar kata “koma” yang terbayang pertama sekali olehku adalah seseorang atau bahkan diriku sendiri yang sedang terbaring kritis (pingsan) atau sekarat. Kemudian yang kedua, ketika mendengar kata “koma” aku terbayang akan sebuah tanda pemisah antara kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang lainnya atau tanda jeda dalam pembacaan sebuah kalimat (sebagai mana makna harfiah yang sesungguhnya).
Begitu juga dengan kata “spasi” yang terlintas dalam benakku ketika mendengarnya adalah “jarak” antara satu kata dengan kata yang lain dalam sebuah kalimat (sesuai dengan definisinya yang tercantum dalam kamus besar bahasa Indonesia).
Namun yang kumaksud dari “dunia tanpa koma dan tanpa spasi” di sini, adalah tentang perjalanan waktu bagi kehidupan semua makhluk. Yakni detik demi detik, menit demi menit, dan jam yang terus berputar ke arah kanan, hingga hari demi hari terus bergulir, tanpa seorang pun yang mampu untuk menahannya sesaat pun (koma). Dan tidak seorang pun juga yang mampu mempercepat atau menjarakkannya barang sesaat pun (spasi).
Sebagai mana dalam sebuah buku karya Andrew Ho disebutkan, bahwa salah satu sifat waktu adalah tidak bisa dimiliki, tidak bisa ditaklukkan dan tidak kenal kompromi [dengan siapa pun] kecuali dengan Sang Pemilik Waktu itu sendiri.
Lantas kemudian, apa yang mesti kita lakukan terhadap dunia tanpa koma dan tanpa spasi ini? Rasanya tidak layak bukan, jika kita hanya diam membisu, berpangku tangan, main-main, apalagi hura-hura. Oleh karena itu berbuatlah. Bertindaklah. Yang pasti tindakan bermanfaat dan meminimalisir kesalahan dan kemudaratan [*]
0 komentar:
Posting Komentar