Oleh Abd. Muluk*)
Bertolak dari sebuah
firman-Nya yang sudah lazim kita dengar pada setiap Ramadan, surat al Baqarah
ayat 183 yang artinya:“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertaqwa.” Dari sini
kita mencoba untuk menguraikan secara sederhana tujuan dari pada puasa itu
sendiri. Yakni berdasarkan firman Allah SWT di atas, tujuannya ialah “agar kita
bertaqwa.”
Jika kemudian kita
munculkan sebuah pertanyaan, mengapa tujuan puasa adalah bertaqwa, sedangkan
tujuan amal ibadah – amal ibadah yang lain tidak di sebutkan agar
kamu bertaqwa? Hemat penulis, di sinilah istimewanya Ramadan. Bahwa amal ibadah
apa pun yang dikerjakan selama Ramadan, akan digandakan oleh Allah SWT
kebaikan-kebaikannya. Dengan demikian, kabaikan-kebaikan yang berlipat ganda
itu, akan mempercepat gerak langkah manusia untuk meraih prestasi taqwa tersebut.
Taqwa, merupakan suatu
“akibat” dari “sebab” yang kita perbuat selama hidup di dunia ini. Karena taqwa
adalah hasil akhir dari semua penilaian hidup dan kehidupan. Dan pada
hakikatnya, untuk menjadi orang yang bertaqwa, tidak semata-mata pada bulan
suci Ramadan ini. Melainkan sepanjang sejarah riwayat kehidupan kita
masing-masing.
Oleh karena itu, jika
berbicara tentang taqwa, berarti kita berbicara masalah kebaikan dan keburukan.
Nah, bagaimana cara menjadi orang yang bertaqwa, terlebih dahulu kita mengetahui
apa yang baik untuk dikerjakan dan apa yang buruk untuk ditinggalkan menurut
pandangan Allah SWT..Ringkasnya, kita harus tahu apa yang baik dan apa yang
tidak baik itu.
Belajar, untuk
mengetahui
Nah, di sinilah
pentingnya bagi kita untuk belajar dan terus belajar. Berguru dan terus
berguru. Baik itu melalui orang lain, maupun alam dan lingkungan yang ada di
sekitar kita. Bahkan melalui hal yang kita anggap sepele sekali pun. Misalnya
melalui makhluk yang bernama semut. Lewat semut kita bisa belajar bagaimana
indahnya salam, tegur sapa, silaturrahmi, kebersamaan dan seterusnya. Yang
penting itu adalah kebaikan.
Belajar tidak memandang
usia, kesempatan dan kemampuan ekonomi. Belajar merupakan suatu kewajiban tanpa
tuntutan. Yang namanya belajar tidak mesti datang dan duduk di bangku sekolah
formal. Belajar tidak mesti harus mempunyai setumpuk uang dan segudang
kekayaan. Belajar tidak mutlak pada usia belasan tahun. Karena belajar bisa
kapan saja, di mana saja, kepada siapa saja dan melalui apa saja. Bisa saja
berguru kepada anak-anak, orang tua, air, api, udara, buku, koran, di terminal,
di pasar, rumput, pepohonan, kematian, sakit, lilin, laut, buih, kehidupan masa
lalu, kehidupan saat ini, dan semua ayat-ayat Tuhan yang terhampar di alam
semesta ini adalah tempat kita belajar untuk mengetahui.
Dengan demikian,
setelah kita banyak belajar melalui media apa saja dan kepada siapa saja, di
tambah dengan berguru dan bertanya kepada orang yang lebih tahu, maka secara
perlahan, satu demi satu, selangkah demi selangkah, kita akan mengetahui bahwa
yang ini baik dan yang itu buruk. Artinya, jadilah kita orang yang tahu memilih
dan memilah. Setelah itu barulah kita mampu menjalankan perintah_Nya dan
menjauhi serta meninggalkan apapun yang dilarang_Nya.
Begitulah taqwa.
Bermula dari tingkat pengetahuan kita akan sesuatu, bahwa yang itu baik dan
yang itu buruk, kemudian mengamalkan yang baik itu sepanjang hari, barulah
kemudian kita mendapatkan prestasi istimewa yang bernama taqwa tersebut.
Untuk itu, melalui
Ramadan yang penuh kebaikan dan kenikmatan ini, semoga keimanan dan ketaqwaan
kita kepada Allah SWT semakin meningkat. Tentunya seiring dengan meningkatnya
kebaikan yang kita kerjakan dan keburukan yang kita tinggalkan selama Ramadan ini.
Dan sesungguhnya harapan terbesar kita adalah, ketika Ramadan berakhir nanti,
kita akan tetap menjadi insan yang taqwa, mampu menjalankan perintah_Nya dan
kuat meniggalkan larangan_Nya.[]
*) Abd. Muluk, penulis
buku Sang Metamorfosa. Pernah belajar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(UMY). Asal kec. Kubu, Rokan Hilir.
0 komentar:
Posting Komentar