Selamat Datang di Catatan Liar : theOne :-)
Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Agama. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Februari 2012

Pantaskah Kita Rayakan Valentine Day?


Tulisan ini telah dimuat di Posmetro Rohil Pada 14 Feb 2012

Oleh : Abd. Muluk, Pelajar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), asal kec. Kubu, Rokan Hilir.

Valentine Day? Iya, Valentine Day. Hari 'kasih sayang' yang dirayakan oleh orang-orang Barat pada tahun-tahun terakhir disebut 'Valentine Day'. Merebak dan sangat populer pula di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Pekanbaru, Bandung Jogja dan tidak ketinggalan pula di daerah kita Rokan Hilir ini.

Lebih-lebih lagi ketika memasuki bulan Februari kemarin di mana banyak kita temui jargon-jargon atau  iklan-iklan yang menggambarkan sesuatu demi untuk mengekspos Valentine. Hal ini didukunga oleh media massa seperti surat kabar, radio maupun televisi.

Sejarah singkatnya, menurut data dari Ensiklopedi Katolik, Valentine diduga bisa merujuk pada tiga martir atau santo (orang suci) yang berbeda.

Hubungan antara ketiga martir ini dengan hari raya kasih sayang (valentine) tidak jelas. Bahkan Paus Gelasius I, pada tahun 496, menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang diketahui mengenai martir-martir ini. Namun hari 14 Februari ditetapkan sebagai hari raya peringatan santo Valentinus. Ada yang mengatakan bahwa Paus Gelasius I sengaja menetapkan hal ini untuk mengungguli hari raya Lupercalia yang dirayakan pada tanggal 15 Februari. Santo atau Orang Suci yang di maksud yaitu : (1) Pastur di Roma, (2) Uskup Interamna (modern Terni), (3) Martir di provinsi Romawi Afrika.

Ketidakjelasan sejarah itu membuat penulis penasaran dan mencari tahu lebih lanjut melalui berbagai sumber, demi alasan atau pijakan yang kuat, mengapa Valentin seakan-akan begitu akrab dengan kita? Dan dari sana kemudian, baru muncul pertanyaan berikutnya, pantaskah Valentin itu ikut kita rayakan? Setelah membaca berbagai sumber, penulis mencoba merangkum sekilas sejarahnya.

Tepat pada tanggal 14 Februari 270 M, Valentine dibunuh karena pertentangannya dengan penguasa Romawi pada waktu itu yaitu Raja Claudius II (268 - 270 M). Untuk mengagungkannya (Valentine), yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cobaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian Valentine sebagai 'upacara keagamaan'.

Tetapi sejak abad 16 M, 'upacara keagamaan' tersebut mulai hilang dan berubah menjadi 'perayaan bukan keagamaan'. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari.
Setelah orang-orang Romawi itu masuk agama Nasrani (Kristiani), pesta 'supercalis'  kemudian dikaitkan dengan upacara kematian Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai 'hari kasih sayang' juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropa bahwa waktu 'kasih sayang' itu mulai bersemi 'bagai burung jantan dan betina' pada tanggal 14 Februari.

Dengan berkembangnya zaman, seorang 'martir' bernama Valentine mungkin akan terus bergeser jauh pengertiannya(jauh dari arti yang sebenarnya). Kita pada zaman sekarang tidak lagi mengetahui dengan jelas asal usul hari Valentine. Di mana pada zaman sekarang orang mengenal Valentine lewat kartu ucapan, updetan facebook, mulut ke mulut, tukaran kado dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih dari 1700 tahun yang lalu. Sehingga yang terjadi di kalangan kita adalah sebuah tradisi yang penulis sebut sebagai tradisi latah. Yaitu ikut-ikutan tanpa memfilterisasi atau menyaring terlebih dahulu apa sebenarnya yang sedang kita lakukan.

Sebagai muslim, kita tetap berpedoman kepada al Qur’an dan Hadits sebagai petunjuk dalam menjalankan setiap aktivitas di muka bumi ini. Terlebih lagi dalam konteks akidah, sebenarnya tidak ada alasan yang memantaskan kita untuk ikut merayakannya.

Cukuplah dua hadits Rasulullah saw berikut ini sebagai peringatan setiap kita yang meyakini bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah dan suri tauladan kita. Sabda beliau “barang siapa bertasyabbuh (meyerupai) suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad shahih). Kemudian sabdanya lagi “sungguh kalian benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai-sampai jika seandainya mereka memasuki lubang dhabb (sejenis biawak) niscaya kalian akan ikut pula”. Para sahabat bertanya “ wahai Rasulullah, (mereka itu) Yahudi dan Nasrani?”. Rasul menjawab “siapa lagi?” (HR. Bukhari-Muslim).

Oleh karena itu, perlu kita renungkan sejenak, sudah berapa jauhkah kita mengayunkan langkah mengelu-elukan (memuja-muja) Valentine Day? Sudah semestinya kita menyadari sejak dini, agar jangan sampai kita terperosok lebih jauh lagi. Tidak perlu kita iri hati dan cemburu dengan upacara dan bentuk kasih sayang  kepercayaan lain. Bukankah Allah itu Ar Rahman dan Ar Rohim yang disemayamkan ke dalam hati kecil setiap manusia. Bukan hanya sehari untuk setahun. Tetapi yang jelas kasih sayang di dalam Islam lebih luas dari semua itu.***

Kamis, 09 Februari 2012

Buktikan Cintamu! (Refleksi Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW)



Oleh: Abd. Muluk, alumni MTs Muallimin RTP. KIRI dan SMA N 1 KUBU. Pelajar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univ. Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).

Dalam suasana memperingati—atau lebih tepatnya mengenang—kelahiran Nabi Muahammad SAW, banyak ekspresi yang dilakukan oleh umat Islam di dunia ini. Misalnya saja di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Dari layar kaca bisa kita lihat bagaimana warga muslim Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah, mengekspresikannya dengan perayaan mengumpulkan buah-buahan dan sumber pengahasilan lainnya, kemudian dibuat dalam bentuk tumpeng raksasa, lalu dibagikan ke masyarakat dan pengunjung, tempat di mana perayaan berlangsung. Untuk  wilayah Yogyakarta terpusat di alun-alun utara depan istana Sultan Hamengku Buwono. Dan ekspresi ini dimaksudkan agar menerapakan bahwa betapa pentingnya di antara sesama untuk saling berbagi.

Di tempat lain atau lebih khususnya di daerah kita Rokan Hilir, memperingati hari-hari besar seperti ini biasanya dirayakan di mesjid-mesjid dengan serangkaian kegiatan atau acara bahkan perlombaan-perlombaan islami, sebagaimana dulu waktu penulis pernah aktif di salah satu mesjid di kec. Kubu tepatnya di mesjid Al Falah RTP Kiri. Begitu juga dengan mesjid-mesjid dan musholla yang lain. Pengurus dan remaja mesjidnya saling bantu untuk menyelenggarakan kegiatan ini, guna untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Begitulah di antara ekspresi kita sebagai ummatnya untuk mengenang atau memperingati hari kelahiran beliau yang luar biasa itu.

Akan tetapi apakah ekspresi ini cukup untuk membuktikan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW? Ekspresi yang hanya menjadi agenda tahunan dan program kerja dari remaja mesjid atau pengurus mesjid? Yang mana setelah acara usai, habislah kisah dan cerita tentang Nabi? Tentu saja tidak! Kita tidak menginginkannya hanya sampai di situ. Yang kita harapkan dari perayaan peringatan itu adalah bagaimana kita bisa menyontoh dan meneladani sikap dan perilaku beliau dalam kehidupan sehari-hari. Dan inilah sebenar-benarnya bukti kalau kita sungguh menyintai Muhammad SAW berikut dengan ajaran yang dibawanya, Dinul Islam.

Sikap dan perilaku sebari-hari yang dimaksud adalah sikap Nabi sebagai suami yg sangat romantis,  ayah yang bijaksana dan berwibawa, kepala pemerintah yang pengayom dan pelindung masyarakat. Politikus yang tidak  khianat dan handal dalam mengatur peta politik. Hingga sikap dan perilakunya sebagai pebisnis atau pedagang yang sangat jujur. Dalam riwayat disebutkan, atas kejujurannya itu pula Siti Khadijah (saudagar pada masa itu) merelakan hartanya agar dikelola oleh Muhammad SAW untuk digunakan bagi kepentingan syiar Islam.

Lalu dari manakah kita bisa menemukan dan mendapatkan contoh kehidupan Nabi Muhammad SAW itu? Pasti banyak sekali. Selain dari ceramah yang disampaikan oleh para mubaligh dan mubalighoh dalam acara perayaan peringatan tersebut, kita bisa menemukannya dalam berbagai sumber tertulis. Yakni buku-buku biografi atau kitab-kitab tarikh tentang Muhammad SAW yang banyak terdapat di toko buku maupun perpustakaan. Dari sumber inilah kemudian kita menemukan bagaimana kehidupan Rasulullah SAW sehari-hari.

Dalam kesempatan ini, penulis tidak menguraikan secara detail bagaimana kehidupan beliau sehari-hari. Di samping  sangat tidak mungkin untuk diceritakan dalam tulisan yang sesingkat ini, sebenarnya penulis belum memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu. Mudah-mudahan di lain waktu, Allah SWT beri sedikit kekuatan-Nya kepada penulis, agar bisa merangkum dan menyebarluaskannya kehadapan pembaca.

Namun, sekilas tentang sikap, perilaku satu sifatnya yang amat dikagumi sejak remaja, yang kemudian kaum Quraisy memberinya gelar "Al Amiin" (orang yang dipercaya) ialah sifat jujur dan lurus (amanah). Sifat jujur ini sangat penting digelorakan untuk diamalkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena, terutama kalangan elitnya yang cenderung hidup hedonis (duniawi) dan mengabaikan pentingnya kejujuran.

Selain itu, kehidupan yang semakin keras dan penuh persaingan, telah membawa kepada sikap pragmatis dengan menanggalkan kejujuran dan menghalalkan segala cara untuk meraih kemewahan dan kesenangan materi.

Di kalangan masyarakat sudah ada pandangan, kalau berperilaku jujur dan lurus akan dijauhi, tidak disukai dan hidupnya susah. Ini harus dicegah dan dihentikan pandangan yang menyesatkan itu.

Muhammad Abduh dalam buku Tafsirnya "Al Manar" membagi tingkatan amanah (jujur) menjadi tiga. Pertama, jujur kepada Allah yaitu menepati janji untuk menaati semua perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. Larangan Allah yang berkaitan kejujuran ialah sifat munafik yaitu kalau berbicara ia berbohong, kalau berjanji ia menyalahi janji, dan jika dipercaya ia berkhianat.

Kedua, jujur terhadap sesama manusia, yaitu menjaga sesuatu yang diterima dan menyampaikannya kepada yang berhak menerima. Jujur semacam ini menurut Imam Ar-Razi, mencakup kejujuran para penguasa dan ulama dalam membimbing masyarakat.

Ketiga, jujur kepada diri sendiri. Allah telah membekali manusia dengan akal untuk membedakan yang hak dan batil. Pada tataran ini, banyak manusia yang mengkhianati dirinya dengan mengambil harta bukan miliknya. Inilah yang disebut sekarang korupsi,

Nah, demikianlah sekelumit tulisan kali ini yang tidak bermaksud untuk menggurui siapa pun, namun lebih kepada mengingatkan dan mengajak kita semua untuk menelusuri sejarah kehidupan beliau guna untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari pada saat ini. Lalu, buktikan cintamu!

Jumat, 19 Agustus 2011

Mengetahui Kebaikan dan Keburukan Guna Mencapai Taqwa

Oleh Abd. Muluk*)

Bertolak dari sebuah firman-Nya yang sudah lazim kita dengar pada setiap Ramadan, surat al Baqarah ayat 183 yang artinya:“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” Dari sini kita mencoba untuk menguraikan secara sederhana tujuan dari pada puasa itu sendiri. Yakni berdasarkan firman Allah SWT di atas, tujuannya ialah “agar kita bertaqwa.”

Jika kemudian kita munculkan sebuah pertanyaan, mengapa tujuan puasa adalah bertaqwa, sedangkan tujuan amal ibadah – amal ibadah yang lain tidak di sebutkan agar kamu bertaqwa? Hemat penulis, di sinilah istimewanya Ramadan. Bahwa amal ibadah apa pun yang dikerjakan selama Ramadan, akan digandakan oleh Allah SWT kebaikan-kebaikannya. Dengan demikian, kabaikan-kebaikan yang berlipat ganda itu, akan mempercepat gerak langkah manusia untuk meraih prestasi taqwa tersebut.

Taqwa, merupakan suatu “akibat” dari “sebab” yang kita perbuat selama hidup di dunia ini. Karena taqwa adalah hasil akhir dari semua penilaian hidup dan kehidupan. Dan pada hakikatnya, untuk menjadi orang yang bertaqwa, tidak semata-mata pada bulan suci Ramadan ini. Melainkan sepanjang sejarah riwayat kehidupan kita masing-masing.

Oleh karena itu, jika berbicara tentang taqwa, berarti kita berbicara masalah kebaikan dan keburukan. Nah, bagaimana cara menjadi orang yang bertaqwa, terlebih dahulu kita mengetahui apa yang baik untuk dikerjakan dan apa yang buruk untuk ditinggalkan menurut pandangan Allah SWT..Ringkasnya, kita harus tahu apa yang baik dan apa yang tidak baik itu.

Belajar, untuk mengetahui
Nah, di sinilah pentingnya bagi kita untuk belajar dan terus belajar. Berguru dan terus berguru. Baik itu melalui orang lain, maupun alam dan lingkungan yang ada di sekitar kita. Bahkan melalui hal yang kita anggap sepele sekali pun. Misalnya melalui makhluk yang bernama semut. Lewat semut kita bisa belajar bagaimana indahnya salam, tegur sapa, silaturrahmi, kebersamaan dan seterusnya. Yang penting itu adalah kebaikan.

Belajar tidak memandang usia, kesempatan dan kemampuan ekonomi. Belajar merupakan suatu kewajiban tanpa tuntutan. Yang namanya belajar tidak mesti datang dan duduk di bangku sekolah formal. Belajar tidak mesti harus mempunyai setumpuk uang dan segudang kekayaan. Belajar tidak mutlak pada usia belasan tahun. Karena belajar bisa kapan saja, di mana saja, kepada siapa saja dan melalui apa saja. Bisa saja berguru kepada anak-anak, orang tua, air, api, udara, buku, koran, di terminal, di pasar, rumput, pepohonan, kematian, sakit, lilin, laut, buih, kehidupan masa lalu, kehidupan saat ini, dan semua ayat-ayat Tuhan yang terhampar di alam semesta ini adalah tempat kita belajar untuk mengetahui.

Dengan demikian, setelah kita banyak belajar melalui media apa saja dan kepada siapa saja, di tambah dengan berguru dan bertanya kepada orang yang lebih tahu, maka secara perlahan, satu demi satu, selangkah demi selangkah, kita akan mengetahui bahwa yang ini baik dan yang itu buruk. Artinya, jadilah kita orang yang tahu memilih dan memilah. Setelah itu barulah kita mampu menjalankan perintah_Nya dan menjauhi serta meninggalkan apapun yang dilarang_Nya.

Begitulah taqwa. Bermula dari tingkat pengetahuan kita akan sesuatu, bahwa yang itu baik dan yang itu buruk, kemudian mengamalkan yang baik itu sepanjang hari, barulah kemudian kita mendapatkan prestasi istimewa yang bernama taqwa tersebut.

Untuk itu, melalui Ramadan yang penuh kebaikan dan kenikmatan ini, semoga keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT semakin meningkat. Tentunya seiring dengan meningkatnya kebaikan yang kita kerjakan dan keburukan yang kita tinggalkan selama Ramadan ini. Dan sesungguhnya harapan terbesar kita adalah, ketika Ramadan berakhir nanti, kita akan tetap menjadi insan yang taqwa, mampu menjalankan perintah_Nya dan kuat meniggalkan larangan_Nya.[]

*) Abd. Muluk, penulis buku Sang Metamorfosa. Pernah belajar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Asal kec. Kubu, Rokan Hilir.

Senin, 16 Mei 2011

Menanti di Ambang Pintu Ramadhan

Tulisan ini telah dimuat di Riau Pos pada Sabtu, 23 Sept 2006

Oleh: Abd. Muluk Al-Jamilie*


Berangkat dari sebuah firman-Nya dalam QS: Al-Baqoroh: 183 yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa" menginformasikan dan menjelaskan bahwa adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim yang beriman untuk menunaikan suatu kewajiban yang telah menjadi rukun Islam, yaitu puasa Ramadhan.

Kini hawa Ramadhan 1427 H sudah mulai terasa. Tempat-tempat ibadah, Mesjid, Musholla, dibersihkan, sebagai bentuk persiapan untuk mangisi kegiatan Islami selama Ramadhan. Ini merupakan salah satu bentuk kesadaran umat beragama. Disamping persiapan-persiapan yang lainnya.Telah kita ketahui bersama bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa dan mempunyai kelebihan tersendiri. Ini menunjukkan bahwa betapa kasih dan sayangnya Allah Azza Wajalla sebagai Sang Pencipta.

Dia menyediakan untuk kita fasilitas pahala yang belipat dan ganda. Serta bulan Ramadhan Dia sediakan untuk membersihkan jiwa dan raga yang selama ini telah tenodai oleh tinta-tinta hitam kehidupan. Sebagai seorang muslim Ramadhan merupakan tamu agung yang dinanti-nantikan. Kendatipun demikian, kita akan menemui banyak tipe orang dalam menyambut kehadiran Ramadhan tersebut. Ada sebagian kita yang menyambutnya dengan hati yang riang dan gembira. Ini menunjukkan sebagian kita tersebut mengetahui makna yang tersirat dalam Ramadhan. Ada juga sebagian kita yang menyambut kehadiran Ramadhan ini dengan helaan nafas yang panjang. Naudzubillahimindzalik. Dan berbagai tipe yang lainnya.

Dalam menyambut kehadiran bulan yang penuh barokah ini kita sangat membutuhkan persiapan persiapan. Seperti kita menyambut tamu besar kenegaraan. Mulai dari menyiapkan tempat yang penuh dengan Dekorasi, makanan yang beraneka rasa sampai kepada fasilitas istirahatnya.

Sedangkan untuk bulan Ramadhan ini harus kita persiapkan diri kita lebih dari itu semua. Adapun persiapan kita untuk menyambut kedatangan tamu yang sangat agung ini, ialah, pertama kesiapan fisik. Ini artinya sebelum bulan ramadhan sampai dihadapan kita terlebih dahulu kita mempunyai kesiapan fisik yaitu berbentuk kesehatan. Ini sangat penting sekali bagi kita, bagaiman jikalau kondisi kita tidak stabil, mana mungkin kita bisa melaksanakan ibadah puasa dan ibadah lainnya dengan sempurna. Kesehatan ini sebenarnya tidak saja kita persiapkan untuk menghadapi bulan Ramadhan, namun harus kita jaga setiap saat. Untuk kita ketahui bahwa berharganya sebuah kesehatan apabila kita sudah merasakan sakit. Kita melihat orang yang sehat sangat bahagia sekali dan senang sekali. Untuk itu sudah sepantasnya kita selaku hamba yang lemah ini bersyukur atas kesehatan yang selama ini telah kita nikmati. Dan kita berharap untuk menghadapi bulan Ramadhan ini hingga bulan Ramadhan nanti berlangsung ibadah-ibadah yang kita laksanakan mendapatkan ganjaran disisi Allah Azza Wajalla. Amin..

Kedua, persiapan materi. Selama Sebelas bulan kita telah diberikan waktu oleh Allah untuk menimba dan menjemput rezeki. Sampai pada akhirnya nafkah yang telah kita jemput kita sisakan untuk bulan Ramdhan. Agar selama bulan Ramadhan kita tidak terlalau lembur dalam pekerjaan. Dengan demikian ibadah kita selama Ramadhan bisa lebih tertib dan khusyuk. Bukankah tujuan akhir dari ibadah puasa Ramadhan agar kita menjadi orang yang bertakwa..???

Yang ketiga, persiapan keilmuan. Ini sangat penting sekali bagi kita karena tanpa ilmu, apapun yang kita kerjakan tidak akan membawa manfaat. Semua harus ada ilmunya. Jadi sebelum bulan Ramadahan menyentuh kulit kita alangkah baiknya kita mengikuti pengajian-pengajian untuk menambah pengetahuan yang berkaitan khususnya dengan bulan Ramadhan. Atau kita harus mempunyai targetan untuk menamatkan sebuah buku yang berkaitan dengan bulan Ramadhan dan bisa menambah wawasan kita.demikianlah persiapan-persiapan kita untuk menuyambut tamu agung yang sangat dimuliakan oleh Allah SWT ini.

Namun tulisan ini tidaklah sempurna untuk mengupas suatu pengetahuan yang bersangkutan, karena penulis sendiri belum mempunyai ilmu pengetahuan yang bisa diketengahkan. Tetapi kita jangan pernah menyerah untuk tetap menuntut ilmu dan jangan pernah puas terhadap sedikit ilmu yang telah kita miliki. Semoga kesalahan yang telah kita lakukan selama ini mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Dan ibadah kita bisa diterima disisi-Nya. Aminn...Selamat Menunaikan Ibadah Puasa. wallahuaambisshowaaab.[]


*Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, asal Rokan Hilir, Riau


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons