Selamat Datang di Catatan Liar : theOne :-)

Kamis, 29 Desember 2011

Mahasiswa, Menulis dan Media Massa


Tulisan ini telah dimuat di Posmetro Rohil pada Kamis, 09 Desember 2011

Oleh : Abd. Muluk, mahasiswa akhir Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Penulis liar di berbagai media massa, asal kec. Kubu, Rokan Hilir.

Sebenarnya tidak hal baru, pemuda dan mahasiswa ikut menghiasi rubrik opini baik di koran nasional maupun lokal. Karena sejarah kemerdekaan Indonesia juga tidak terlepas dari peran pemuda dan mahasiswa yang aktif menulis pada saat itu.

Inilah (baca: media massa) salah satu wadah untuk berdemonstrasi yang lebih intelektual dan terhormat. Kritik berikut saran terhadap kinerja pemerintah akan lebih menyentuh dan lebih mengena. Di samping bisa terbaca oleh banyak orang, menuangkan kritik dan saran di media akan lebih efektif dan efisien. Sehingga pemerintah tidak disibukkan oleh penyiapan pasukan pengamanan, tapi lebih kepada menghayati dan menindakalanjuti aspirasi yang tertuang di media massa tersebut.

Respon pemerintah
Tentunya pemerintah tidak mungkin abai begitu saja terhadap kritik, saran dan gagasan yang diberikan secara santun dan terhormat itu. Karena pemerintah juga manusia yang mesti manusiawi. Yang mampu mendengarkan keluhan, jeritan, harapan dan aspirasi rakyatnya. Karena jika tidak manusiawi, maka tidak berdosa juga ketika masyarakat mengatakan bahwa pemerintah tidak jauh beda dengan piaraan.

Oleh karena itu, secara sadar mari kita kembalikan kepecayaan masyarakat kepada mahasiswa, bahwa mahasiswa itu adalah benar-benar agen perubahan. Perubahan ke arah yang lebih baik. Bukan ke arah yang lebih menghancurkan dengan kebobrokan sikap mahasiswa itu sendiri. Tapi dengan cara memberikan kritik berikut saran. Ide dan gagasan yang membangun. Dan  Bermitra dengan pemerintah. Bila perlu pemerintah mengikut sertakan dalam merancang program-program pembangunan.

Karena sesungguhnya tidak ada kesenjangan antara pemerintah dengan mahasiswa. Dalam artian pemerintah bukanlah lawan bagi mahasiswa. Dan mahasiswa bukanlah manusia yang menjadi momok dan penghalang bagi berjalannya program-program pembangunan. Akan tetapi menjadi mitra yang paling ideal dan romantis.

Cerita masalah menuangkan ide dan gagasan lewat media, hendaknya didukung juga oleh media massa itu sendiri. Media massa memberikan ruang yang sangat luas bagi mahasiswa untuk menampung kritik dan saran yang ditujukan kepada pemerintah. Posisi netral media massa hendaknya menjadi jembatan yang sangat apik demi kemajuan suatu wilayah di mana media massa itu berada.

Penulis kira Posmetro Rohil adalah salah satu media massa yang memberikan ruang yang cukup untuk itu. Hal ini bisa kita lihat dari tulisan-tulisan mahasiswa yang ikut menghiasi rubrik opini ini. Jadi tidak hanya tulisan seorang profesor doktor. Tapi juga tulisan-tulisan calon profesor  doktor dan intelektual muda lainnya.

Kesadaran intelektual
Harapan masyarakat kepada mahasiswa untuk perubahan masih tetap ada. Paling tidak dalam skop wilayah yang kecil, mulai dari tingkat RT, desa dan kecamatan. Bahkan sampai kepada tingkat kabupaten, provinsi dan bahkan indonesia. Penulis yakin harapan itu tetap digantungkan kepada generasi muda. Lebih tepatnya kepada kaum terpelajar saat ini.

Namun kepercayaan dan harapan itu akan pupus manakala yang sering dinampakkan oleh mahasiswa adalah kerusuhan dalam setiap aksi demonstrasi. Bahkan bisa lebih parah dari itu. Bisa-bisa masyarkat menganggap bahwa mahasiswa hanyalah sampah masyarakat yang terstruktrur dan terorganisir.

Oleh karena itu, bagi kaum terpelajar (baca: mahasiswa), harus menyadari bahwa status mahasiswa adalah status intelektual. Status yang bisa memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi masyarakat, bangsa dan negera. Di mana, masa depan Rokan Hilir dan bangsa Indonesia ini ada di tangan dan di pundak mahasiswa sekarang ini.***

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons