Oleh: Abd. Muluk, alumni MTs Muallimin RTP. KIRI dan SMA N 1 KUBU. Pelajar Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Univ. Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Dalam suasana
memperingati—atau lebih tepatnya mengenang—kelahiran Nabi Muahammad SAW, banyak
ekspresi yang dilakukan oleh umat Islam di dunia ini. Misalnya saja di
wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Dari layar kaca bisa kita lihat
bagaimana warga muslim Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah, mengekspresikannya
dengan perayaan mengumpulkan buah-buahan dan sumber pengahasilan lainnya, kemudian
dibuat dalam bentuk tumpeng raksasa, lalu dibagikan ke masyarakat dan
pengunjung, tempat di mana perayaan berlangsung. Untuk wilayah Yogyakarta
terpusat di alun-alun utara depan istana Sultan Hamengku Buwono. Dan ekspresi
ini dimaksudkan agar menerapakan bahwa betapa pentingnya di antara sesama untuk
saling berbagi.
Di tempat lain atau
lebih khususnya di daerah kita Rokan Hilir, memperingati hari-hari besar
seperti ini biasanya dirayakan di mesjid-mesjid dengan serangkaian kegiatan
atau acara bahkan perlombaan-perlombaan islami, sebagaimana dulu waktu penulis
pernah aktif di salah satu mesjid di kec. Kubu tepatnya di mesjid Al Falah RTP
Kiri. Begitu juga dengan mesjid-mesjid dan musholla yang lain. Pengurus dan
remaja mesjidnya saling bantu untuk menyelenggarakan kegiatan ini, guna untuk
merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Begitulah di antara ekspresi kita
sebagai ummatnya untuk mengenang atau memperingati hari kelahiran beliau yang
luar biasa itu.
Akan tetapi apakah
ekspresi ini cukup untuk membuktikan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW?
Ekspresi yang hanya menjadi agenda tahunan dan program kerja dari remaja mesjid
atau pengurus mesjid? Yang mana setelah acara usai, habislah kisah dan cerita
tentang Nabi? Tentu saja tidak! Kita tidak menginginkannya hanya sampai di
situ. Yang kita harapkan dari perayaan peringatan itu adalah bagaimana kita
bisa menyontoh dan meneladani sikap dan perilaku beliau dalam kehidupan
sehari-hari. Dan inilah sebenar-benarnya bukti kalau kita sungguh menyintai Muhammad
SAW berikut dengan ajaran yang dibawanya, Dinul Islam.
Sikap dan perilaku
sebari-hari yang dimaksud adalah sikap Nabi sebagai suami yg sangat
romantis, ayah yang bijaksana dan berwibawa, kepala pemerintah yang
pengayom dan pelindung masyarakat. Politikus yang tidak khianat dan
handal dalam mengatur peta politik. Hingga sikap dan perilakunya sebagai
pebisnis atau pedagang yang sangat jujur. Dalam riwayat disebutkan, atas
kejujurannya itu pula Siti Khadijah (saudagar pada masa itu) merelakan hartanya
agar dikelola oleh Muhammad SAW untuk digunakan bagi kepentingan syiar Islam.
Lalu dari manakah
kita bisa menemukan dan mendapatkan contoh kehidupan Nabi Muhammad SAW itu?
Pasti banyak sekali. Selain dari ceramah yang disampaikan oleh para mubaligh dan
mubalighoh dalam acara perayaan peringatan tersebut, kita bisa menemukannya
dalam berbagai sumber tertulis. Yakni buku-buku biografi atau kitab-kitab
tarikh tentang Muhammad SAW yang banyak terdapat di toko buku maupun
perpustakaan. Dari sumber inilah kemudian kita menemukan bagaimana kehidupan
Rasulullah SAW sehari-hari.
Dalam kesempatan
ini, penulis tidak menguraikan secara detail bagaimana kehidupan beliau
sehari-hari. Di samping sangat tidak mungkin untuk diceritakan dalam
tulisan yang sesingkat ini, sebenarnya penulis belum memiliki kemampuan untuk
melakukan hal itu. Mudah-mudahan di lain waktu, Allah SWT beri sedikit
kekuatan-Nya kepada penulis, agar bisa merangkum dan menyebarluaskannya
kehadapan pembaca.
Namun, sekilas
tentang sikap, perilaku satu sifatnya yang amat dikagumi sejak remaja, yang
kemudian kaum Quraisy memberinya gelar "Al Amiin" (orang yang
dipercaya) ialah sifat jujur dan lurus (amanah). Sifat jujur ini sangat penting
digelorakan untuk diamalkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena,
terutama kalangan elitnya yang cenderung hidup hedonis (duniawi) dan
mengabaikan pentingnya kejujuran.
Selain itu, kehidupan yang semakin keras dan penuh persaingan, telah membawa kepada sikap pragmatis dengan menanggalkan kejujuran dan menghalalkan segala cara untuk meraih kemewahan dan kesenangan materi.
Di kalangan masyarakat sudah ada pandangan, kalau berperilaku jujur dan lurus akan dijauhi, tidak disukai dan hidupnya susah. Ini harus dicegah dan dihentikan pandangan yang menyesatkan itu.
Muhammad Abduh dalam buku Tafsirnya "Al Manar" membagi tingkatan amanah (jujur) menjadi tiga. Pertama, jujur kepada Allah yaitu menepati janji untuk menaati semua perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. Larangan Allah yang berkaitan kejujuran ialah sifat munafik yaitu kalau berbicara ia berbohong, kalau berjanji ia menyalahi janji, dan jika dipercaya ia berkhianat.
Kedua, jujur terhadap sesama manusia, yaitu menjaga sesuatu yang diterima dan menyampaikannya kepada yang berhak menerima. Jujur semacam ini menurut Imam Ar-Razi, mencakup kejujuran para penguasa dan ulama dalam membimbing masyarakat.
Ketiga, jujur kepada diri sendiri. Allah telah membekali manusia dengan akal untuk membedakan yang hak dan batil. Pada tataran ini, banyak manusia yang mengkhianati dirinya dengan mengambil harta bukan miliknya. Inilah yang disebut sekarang korupsi,
Nah, demikianlah
sekelumit tulisan kali ini yang tidak bermaksud untuk menggurui siapa pun,
namun lebih kepada mengingatkan dan mengajak kita semua untuk menelusuri
sejarah kehidupan beliau guna untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari
pada saat ini. Lalu, buktikan cintamu!
0 komentar:
Posting Komentar