Oleh : Abd. Muluk, alumnus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(UMY). Asal kec. Kubu Babussalam, Rokan
Hilir.
Suatu ketika salah seorang pembicara dalam sebuah seminar pendidikan
di Yogyakarta menyebutkan bahwa kualitas profesor atau guru besar
Indonesia-Malaysia berbanding 6 : 4.
Artinya, enam orang profesor Indonesia, kualitasnya sama dengan empat orang
porfesor Malayasia. Entah dengan cara apa penilaian itu diambil, namun secara
akademik hal ini bisa dibuktikan melalui karya ilmiah yang telah dipublikasikan
lewat jurnal maupun buku yang
diterbitkan sendiri-sendiri.
Berdasarkan data scopus (www.sciencedirect.com) per 9 Februari 2012
, tercatat National University of Singapore sebagai universitas dengan jumlah
publikasi tertinggi di Singapura (64.991 publikasi), sekaligus “juara”nya
ASEAN. Mahidol University sebagai yang tertinggi di Thailand (17.414
publikasi), sementara University of Malay (16.027 publikasi) mencatat jumlah
publikasi tertinggi di Malaysia. Indonesia? “juara”nya ITB yang mencatatkan
angka 2.029 publikasi. Memang lebih tinggi dari pada prestasi universitas
“juara” dari Vietnam, Brunei, Laos, ataupun Myanmar. Tetapi tetap kalah jauh
dibanding “jaura”nya Malaysia sebagai negara tetangga dan satu puak dengan
kita, puak melayu.
Scopus adalah basis data yang
mendata karya-karya ilmiah di seluruh dunia yang bereputasi tinggi. Data
publikasi yang dicatat oleh scopus banyak dipakai sebagai salah satu alat ukur
kinerja universitas secara internasional. (Djawantoro
Hardjito, kompas/29/2/2012).
Terima atau tidak, itulah sebuah
kenyataan secara nasional terkait kualitas pendidikan kita di negeri ini. Namun
demikian, kita harus optimis bahwa suatu saat kualitas pendidikan kita akan
mengungguli mereka.
Lihatlah dalam konteks
kedaerahan, khususnya di kabupaten Rokan Hilir.
Lahirnya sekolah tinggi-sekolah tinggi dan akademi, seperti STIT, STAI,
STIE bahkan IPDN merupakan indikasi bahwa pendidikan kita merangkak maju. Hal
ini tentunya tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan pemerintah daerah
untuk meningkatkan kualitas pendidikan untuk putera-puteri daerah itu sendiri.
Oleh karena itu, patut diacungi
jempol, betapa pemerintah daerah kita sangat memperhatikan pendidikan melalui
pembangunan infrastruktur, memberikan peluang dan kesempatan untuk melanjutkan
kuliah bagi guru-guru yang belum sarjana dan pelatihan-pelatihan terhadap guru
yang kerap dilakukan akhir-akhir ini. Ini semua tentunya upaya mulia yang
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan mutu pendidikan kita
terutama di kabupaten Rokan Hilir ini.
Berbasis Teknologi Informasi
Namun yang harus menjadi
perhatian lagi, dalam konteks kekinian yang menjadi salah satu aspek penting
dalam pengembangan ilmu pengetahuan di intansi-instansi pendidikan kita adalah
seberapa besar instansi pendidikan yang ada mampu menguasai teknologi informasi
dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan. Karena itu, untuk alasan apapun
lembaga-lembaga pendidikan yang ada selayaknya memperkenalkan dan segera
memulai penggunaan teknologi informasi sebagai basis pembelajaran yang lebih
terkini.
Hal ini menjadi penting,
mengingat penggunaan teknologi informasi menentukan kecepatan transformasi ilmu
pengetahuan kepada para peserta didik secara lebih luas. Namun demikian, tidak
dipungkiri bahwa pengembangan teknologi informasi untuk kepentingan pendidikan
tidak dapat dilakukan tanpa kontribusi berbagai pihak termasuk para pemangku
kepentingan pendidikan. Oleh karena itu, keterlibatan semua pihak, termasuk
dunia usaha harus mempertimbangkan kuat dalam menciptakan sebuah sistem
pembangunan pendidikan yang efektif untuk mengimbangi tingkat persaingan
sebagaimana capaian-capaian fakta yang telah penulis sampaikan di atas,
terhadap negara-negara tetangga kita.
Pemanfaatan teknologi informasi
memang penting bagi perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan kita.
Tetapi kendala yang kita hadapi saat ini adalah adanya digital gap (kesenjangan digital) yang demikian signifikan antar
daerah di seluruh Indonesia. Data yang ada menunjukkan bahwa pemahaman
teknologi di Indonesia, baik dalam arti
yang memahami secara baik maupun yang hanya mengenal teknologi di
permukaan hanya mencapai 2 persen dari total penduduk indonesia yang berjumlah
lebih dari 240 juta jiwa.
Jika dilihat lebih spesifik ke
dunia pendidikan, kesenjangan penguasaan teknologi informasi dikalangan siswa
juga masih sangat tinggi. Di wilayah Jawa, yang menjadi barometer pendidikan,
rasio penggunaan komputer di komunitas siswa adalah 1 : 847. Artinya 1 komputer
digunakan oleh 847 siswa. Bahkan di luar pulau Jawa lebih buruk lagi, yakni
mencapai 1.900 siswa. Sebagai perbandingan, di Thailand pada tahun 2004
rasionya secara berturut-turut sebagai berikut : SD 1 : 90, Sekolah Menengah 1
: 24, Sekolah Kejuruan 1 : 27 dan Pendidikan Tinggi 1 : 8. (Nectec, 2004).
Pembangunan dan pengembangan
pendidikan yang berbasis teknologi informasi paling tidak memberikan keuntungan ganda yang dapat sekaligus
mendorong secara cepat; terjadinya transfer atau pemindahan ilmu pengetahuan. Pertama, pengembangan pendidikan
berbasis teknologi informasi dapat mendorong komunitas pendidikan (termasuk
para guru) terutama pada tingkat dasar, menengan dan atas untuk lebih
apresiatif dan pro-aktif dalam kerangka memaksimalkan potensi pendidikan yang
ada. Kedua, pengembangan model
pembelajaran tersebut sekaligus juga memberikan kesempatan luas kepada para
peserta didik untuk memanfaatkan setiap potensi yang ada yang dapat diperoleh
dari sumber-sumber yang tidak terbatas. (Prof. Suyanto, Ph.D dalam Dialog
Interaktif Tentang Pendidikan).
Untuk itu melalui Hari Pendidikan
Nasional ini, kita dan seluruh elemen masyarakat Rokan Hilir hendaknya
memikirkan dan menciptakan sesegera mungkin pendidikan-pendidikan berbasis
teknologi informasi, agar generasi kita berikutnya tidak terlindas oleh
kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang bergerak begitu cepat dan
lintas batas ini.***
0 komentar:
Posting Komentar